Aku tahu dosaku sudah begitu besar. Tapi sekarang sudah terlambat, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.
Semua dimulai beberapa bulan lalu.
(* * *)
Berita di televisi menyebutkan
ada beberapa orang terbunuh dengan sadis, namun semakin lama korbannya
semakin banyak. Polisi pada awalnya mengira bahwa itu adalah perbuatan
seorang pembunuh berantai, namun dugaan polisi salah.
Suatu
ketika saat aku makan di restoran, tiba-tiba seorang gelandangan
masuk. Wajahnya pucat dengan liur meleleh, bajunya compang-camping,
badannya kurus kering dan jalannya terseok-seok. Beberapa orang
berteriak memanggil petugas keamanan. Namun apa yang terjadi saat
petugas keamanan berusaha mengusirnya ?
Gelandangan
itu menggigit petugas keamanan tersebut dengan liar, dapat kulihat
kebuasan di matanya, haus dan lapar. Seperti harimau sedang menerkam
mangsanya.
Orang-orang berteriak lagi, dan mulai berlari keluar restoran.
Aku
melihat bagaimana gelandangan itu memakan petugas keamanan, darahnya
berceceran. Aku tak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya, kuputuskan
untuk ikut pergi menyelamatkan diri.
Mungkinkah dugaanku benar ? Apakah dia adalah zombie ? Bukankah zombie hanya fiksi sains yang dibuat para kreator untuk menarik keuntungan ?
(* * *)
Tak butuh waktu lama bagi virus
zombie untuk mewabah. Sekitar 60 % warga Manhattan telah menjadi
zombie. Ini adalah epidemi. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan
pemerintah untuk menghentikan epidemi ini.
Aku
dan keluargaku bertahan dirumah, sementara persediaan makanan semakin
habis. Kami kebingungan. Dan keputusan radikal pun kuambil,
meninggalkan rumah.
Kami
berangkat dengan Jeep pada siang hari. Dengan perbekalan terbatas dan
persenjataan ala kadarnya, hanya pisau dapur dan peralatan dapur
lainnya. Kami berangkat menuju sebuah mall ditengah kota, kabarnya
disana adalah shelter.
Jalanan kota sepi, mobil-mobil berserakan. Persis seperti apa yang aku tonton di Resident Evil atau I am Legend. Ini
mengerikan, jantungku tak bisa berhenti berdegup kencang sampai-sampai
aku sendiri bisa mendengar suara jantungku. Tanganku gemetaran
memegang setir dan keringat dingin mengucur dari tubuhku.
Entah
bagaimana suasana hati istri dan anak-anakku. Ekspresi ketakutan jelas
tersirat di wajah mereka. Dengan pandangan waspada, dan pisau yang
selalu tergenggam.
Dan akhirnya kami pun sampai. Mall ini tak seperti shelter, sepi. Sama seperti jalanan yang kami lewati tadi. Kami pun mencoba masuk.
Bagian
dalam mall berantakan, rak-rak jatuh, bungkus-bungkus makanan
berserakan, dan kulihat beberapa bercak darah di lantai. Aku semakin tak
yakin bahwa ini adalah shelter. Sepertinya berita di televisi itu palsu.
Kami berjalan pelan-pelan. Kuyakinkan istriku bahwa disini bukanlah shelter, namun
dia masih saja percaya. Kugenggam pisauku erat, firasatku berkata
buruk. Sangat buruk. Seburuk keadaan mall yang semakin ke dalam semakin
gelap.
“ Kau yakin ini shelter ? “ tanyaku lagi.
“ Yakin. “ jawabnya mantap.
Keadaan semakin gelap saat kami berjalan ke dalam. Tiba-tiba kurasa aku menginjak sesuatu, lalu kupungut.
Sebuah jari tangan.
Tiba-tiba
seorang zombie muncul di depan kami, nyaris menerkam istriku. Aku
panik dan menarik tangan istriku lalu berlari sekencang-kencangnya.
Saat
sampai di jeep kami baru sadar bahwa anak kami tertinggal di mall.
Istriku panik dan meracau tidak karuan, menyalahkanku, mengumpat dan
memukulku.
Kurasa bukan waktu yang tepat untuk bertengkar, kami putuskan untuk kembali ke dalam. Berharap anak kami tidak apa-apa.
(* * *)
Kami mencari ditengah kegelapan, namun tidak menemukan apa-apa. Dan akhirnya aku melihat setumpuk sesuatu di kejauhan.
“ Apa itu ? “ Tanya istriku bersembunyi di balik punggunggku.
Aku sedikit mendekat untuk melihatnya, ternyata itu adalah tumpukan zombie, dan sepertinya sedang memperebutkan sesuatu.
Sayup-sayup kudengar suara minta tolong dari kerumunan itu. Suara yang lirih dan penuh rasa sakit. Kuyakinkan telingaku.
“ Itu anak kita ! “ teriak istriku.
Teriakan
istriku membuat para zombie menoleh. Otakku kosong, tak tahu apa yang
harus kulakukan dengan sebilah pisau dapur di tanganku.
Aku masih ingat rasa sakit itu, dikoyak, digigit. Aku merasa seperti sapi yang diterkam singa, segerombolan singa.
Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Saat kubuka mataku kuharap aku ada di surga.
(* * *)
Namun tidak, aku tersadar di lantai mall.
Rasa sakit hilang dari tubuhku, kucoba untuk melihat kondisi tubuhku.
Ya
Tuhan, tangan kiriku tinggal tulang. Aku sama sekali tidak bisa
menggerakkannya. Sedangkan bagian tubuhku yang lainnya lebih
mengenaskan.
Aku berjalan terseok-seok seperti zombie lainnya, sepertinya kaki kananku patah.
Lalu
aku duduk di pojokan mall, menatap langit-langit. Sementara itu para
zombie masih berkeliaran dengan linglung. Beberapa ada yang saling
bertabrakan berulang kali. Idiot.
Kulihat
seorang zombie berjalan melintasiku. Aku mengenalnya, dia adalah
istriku, Stella. Kondisinya tak beda denganku, sama-sama mengenaskan.
Aku bangun dari tempatku duduk dan memanggilnya.
“ St..e..lla.. “
Oh suaraku sungguh parau.
Kuberanikan diri untuk menepuk bahunya, dan dia menoleh. Namun tak ada tanggapan, lalu dia melanjutkan berjalan lagi.
Apa yang terjadi ? Apa aku adalah satu-satunya zombie yang masih memiliki sisi manusia ?
Aku
pun kembali duduk. Tiba-tiba rasa lapar menyerangku. Rasa lapar yang
amat sangat, seolah sudah tidak makan 100 tahun. Lapar. Lapar sekali.
Aku mengambil sebungkus snack favoritku di salah satu rak. Dan kulahap hingga habis, tak ada rasanya. Seperti mengunyah kardus.
Kulahap makanan yang lain, sama. Seperti kardus.
Aku
tak tahu apa yang bisa menyelamatkanku dari rasa lapar ini. Rasanya
sungguh menyakitkan. Aku pun berbaring di lantai, berharap bisa
menghilangkan rasa laparku.
Tiba-tiba
para zombie berjalan ke satu arah. Aku pun bangun dan mengikuti arah
mereka berjalan. Lalu aku melihat seorang wanita yang dipojokkan oleh
zombie. Aku tahu dia ketakutan, dan aku tahu tak ada yang bisa ia
lakukan lagi.
Kubiarkan insting zombieku menguasai diriku.
Mataku buta, tak bisa melihat apa-apa lagi. Hanya rasa daging dan darah yang kuingat. Semua untuk memuaskan nafsu zombieku.
Setelah
sadar, kudapati diriku ditengah ceceran darah. Kulihat wanita itu
belum menjadi zombie. Sungguh kasihan. Begitu pula diriku.
Tiba-tiba
aku merasa mual dan langsung muntah disana. Tak perlu aku deskripsikan
apa yang aku muntahkan. Ternyata sisi manusiaku tak bisa menerima apa
yang aku makan.
Ya Tuhan. Inikah
hukumanmu padaku ? Aku menyesal tak berbuat baik dulu. Mungkin inilah
hukuman yang pantas buatku. Menjadi makhluk yang bukan manusia dan juga
bukan zombie. Tidak hidup dan tidak pula mati. Sungguh kejam dan
menyakitkan. Andai saja aku dulu sungguh-sungguh terjun dari lantai 20
saat ditolak wanita saat SMA, tentu saja aku tidak mengalami hal
seperti ini.
(* * *)
Hari ketiga. Aku sudah bisa mengendalikan diriku. Aku hanya makan makanan di mall saja, tidak lagi makan manusia.
Ternyata banyak orang yang tertipu dengan iklan di televisi yang mengatakan bahwa mall ini adalah shelter. Entah apa yang direncanakan pemerintah. Aku tidak ingin berkonspirasi.
Hari-hariku
semakin sepi, tak ada yang bisa kuajak bicara. Bahkan istri dan anakku
sendiri. Mereka hanya berjalan dengan tubuh yang semakin hancur.
Menyedihkan, namun aku tak bisa menangis. Aku berharap untuk mati, tapi
tubuh ini tidak bisa mati.
Hari kelimabelas, semakin sedikit orang yang datang kesini.
Namun
di hari keenambelas, seorang wanita datang. Dia membawa banyak
senjata, mulai dari desert eagle, MP7, AK47, shotgun, L115A1 Magnum
Sniper, dan yang paling aneh yaitu katana.
Tiap
zombie yang menghampirinya dia tembak dengan gesit, sementara aku
sendiri bersembunyi dibalik kegelapan untuk memperhatikan
gerak-geriknya.
Benar-benar
terlatih. Dia mengisi amunisinya nyaris secepat dia menembak, semua
dilakukan tanpa ragu. Dapat kulihat dari matanya yang tersembunyi di
balik rambut pirangnya yang panjang.
Wanita itu menembak semua zombie tepat di kepalanya, lalu berjalan dengan santai ke bagian dalam mall.
Satu-persatu
senjatanya yang amunisinya habis dilempar begitu saja. Hingga akhirnya
dia menggunakan snipernya. Aku tak yakin bahwa sniper seperti itu bisa
digunakan untuk pertarungan jarak dekat.
Namun dugaanku salah, tanpa membidik dia bisa menembak kepala para zombie. Kurasa ada yang aneh pada wanita itu.
Lalu wanita itu mengeluarkan sesuatu berbentuk kotak dari tasnya, lalu di taruh begitu saja di lantai mall.
Aku mengambil sebongkah batu di dekatku, lalu kulempar ke arahnya.
Secepat
kilat dia mencabut katananya dan menebas batu yang kulempar. Aku yakin
bahwa dia bukan manusia. Dia sempat mencari keberadaanku, namun karena
dia tak menemukanku dia lalu pergi.
Aku
menghampiri kotak yang ia tinggalkan. Ada penunjuk waktunya yang
terhitung mundur. 59 detik. Aku pun sadar bahwa itu adalah bom waktu.
Keinginanku untuk mati tiba-tiba sirna, aku pun bergegas keluar dari
mall dengan langkah terseok.
Akhirnya aku berhasil menyelamatkan diriku dari ledakan itu. Jadi maksud pemerintah membuat propaganda bahwa mall ini adalah shelter adalah
untuk memusnahkan zombie dalam satu ledakan. Namun ledakan ini tidak
terlalu besar untuk itu. Kurasa masih banyak zombie yang berkeliaran.
Teori konspirasi pun muncul di otakku. Aku berpikir untuk memecahkannya,
lagipula tak ada hal lain yang bisa kulakukan disini.
Aku mencuri sebuah mobil dari sebuah rumah. Tentu saja tidak ada yang akan menangkapku.
Lalu kuhidupkan radio mobil curianku. Kudengar ada shelter lagi di Vancouver. Kuputuskan untuk kesana, sekedar memastikan.
(* * *)
Setelah perjalanan beberapa hari aku pun sampai di Vancouver, kabarnya shelter itu ada di dekat sebuah bukit. Aku pun memacu mobilku kesana. Hingga sampai di sebuah gerbang kayu yang besar.
Kutekan bel masuknya. Kurasa shelter palsu tak mungkin menggunakan bel seperti ini. Hmm menarik.
Pintu gerbang pun dibuka dan aku masuk.
Kulihat
banyak orang disekelilingku, manusia. Sungguh-sungguh manusia, bukan
zombie seperti yang kulihat akhir-akhir ini. Aku sangat senang bisa
bertemu manusia setelah sekian lama.
Tiba-tiba salah satu dari mereka berteriak “ Zombie ! “
Mereka pun mengambil senjata mereka. Tanpa sempat aku menjelaskan apapun, mereka telah menembakku.
Dapat kurasakan peluru menembus tubuhku, dapat kudengar desingnya lewat disamping telingaku.
Aku pun jatuh ke tanah bersalju.
Akhirnya penderitaanku berakhir. Bebas dari kutukan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar